Bejo, begitulah ia biasa dipanggil. Pemuda yatim piatu yang
hanya tinggal bersama sang nenek di gubuk kecil yang terletak di pulau
terpencil yang disebut Pulau Monster. Pulau yang hanya dihuni oleh sedikit
orang ini disebut Pulau Monster karena menurut cerita yang berkembang di pulau
ini hidup sesosok monster yang sangat menyeramkan. Menurut cerita, monster itu
hanya akan keluar di saat senja tetapi hingga kini tidak pernah ada warga
setempat yang pernah melihat wujud asli dari sosok yang
disebut-sebut sebagai monster tersebut kecuali seorang bocah bernama Miko yang
berasal dari keluarga pendatang baru di pulau itu. Ia mengaku pernah melihat
sesosok makhluk aneh yang sangat menyeramkan, akibatnya bocah cilik tersebut
menjadi trauma. Semenjak kejadian itu, masyarakat Pulau Monster tidak pernah
keluar rumah di saat senja. Berbeda dengan warga lainnya, Bejo tidak
mempercayai akan sosok monster tersebut, ia memang dikenal sebagai pemuda yang
pemberani dan memegang teguh pendirian.
“Mau ke mana Jo?” tanya sang nenek.
“Mau ke pantai Nek, mencari kerang untuk dijual,” jawabnya.
“Tapi ini sudah senja Jo, bagaimana kalau kau bertemu dengan
monster itu?”
“Monster apa Nek? Monster itu tidak nyata, bocah itu hanya
berimajinasi. Kalian saja yang terlalu percaya padanya.”
“Bagaimana jika monster itu nyata?” kata nenek khawatir,
“kau bisa berada dalam bahaya Jo.”
Bejo menjawab, “Aku akan menghadapinya Nek, tak tahu kah kau
kalau cucu mu ini adalah petarung yang hebat?” ucap Jo sambil terkekeh.
“Terserah kamu saja Jo, kau memang keras kepala sama seperti
ayah mu dulu,” jawab nenek pasrah.
Bejo akhirnya pergi ke pantai untuk berburu kerang. Setelah
hampir satu jam mencari kerang, Bejo memutuskan untuk beristirahat di tepi
pantai sambil menikmati hembusan angin yang terasa menyejukkan. Tiba-tiba
terdengar suara gemerisik dari arah semak-semak.
“Siapa?” teriak Bejo namun tak ada jawaban apapun. “Apakah
ada orang di sana?” karena penasaran, Bejo pun akhirnya bergerak mendekati
semak-semak tersebut. Selangkah… dua langkah... Bejo semakin mendekati
semak-semak itu. Keringat dingin mulai bercucuran di pelipisnya, membayangkan
bahwa dibalik semak-semak itu terdapat monster yang selama ini sering
dibicarakan.
“Akhhhhh!!” spontan Bejo berteriak karena kaget melihat
makhluk aneh yang seluruh badannya tertutupi oleh kain berwarna fuchsia
dan hanya menampakkan wajahnya yang terlihat sangat aneh dan menyeramkan itu
kini berada di hadapannya.
“Ma... ma... makhluk apa kau?” ucap Bejo terbata-bata,
“a…. a… apakah kau hantu?” makhluk aneh itu menggelengkan kepala. “Apa kau
mengerti ucapanku?” makhluk itu menganggukan kepala. “Apa kau tidak bisa
berbicara?” tanya Bejo kemudian lantaran makhluk aneh itu hanya menggeleng atau
menganggukkan kepala tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
“Aku bisa bicara,” ucap makhluk itu pelan namun dapat
didengar oleh Bejo. Bejo merasa ada sesuatu yang janggal sebab makhluk aneh itu
bisa berbicara layaknya manusia pada umumnya.
“Apa yang kau lakukan di sini? Apakah kau monster itu?”
Tanya Bejo lagi namun tidak ada jawaban dari makhluk itu. Bejo pun memberanikan
diri mendekati makhluk itu dan betapa terkejutnya ia karena melihat postur
tubuh makhluk itu sama seperti manusia. “Makhluk jenis apa kau sebenarnya?”
tanya Bejo penasaran, entah keberanian dari mana Bejo semakin mendekat. Tiba-tiba
Bejo menarik kain yang dipakai untuk menutupi seluruh tubuh makhluk itu, rasa
kaget tak dapat ditutupi bejo karena makhluk aneh itu ternyata adalah seorang
manusia yang memakai topeng. “Jadi kau seorang manusia? Bukalah topeng mu!”
perintah Bejo, “ku bilang buka!” Makhluk aneh itupun membuka topengnya dan Bejo
dikejutkan kembali dengan fakta bahwa makhluk aneh yang sering dianggap sebagai
monster itu adalah seorang wanita yang sangat cantik. “K... kau seorang wanita?
Apa yang kau lakukan?” Bejo tak dapat menutupi amarahnya, “Selama ini kau sudah
menakuti warga pulau ini dan karena ulah mu ini mereka menduga bahwa cerita
tentang monster itu benar-benar ada!”
“Aku melakukan semua ini karena aku tidak menyukai para
pendatang baru dari kota itu!" jawab wanita itu dengan lantang,
"mereka pasti akan merusak pulau ini, aku sengaja menakuti mereka agar mereka
pergi dari pulau ini karena pulau ini sangat berarti untukku," wanita itu
menghela nafas, "sebab aku lahir dan besar di pulau ini, dulu tidak ada
yang berani merusak pulau ini namun kini para penghuni baru itu sering
merusaknya,“ jelas perempuan itu panjang lebar.
“Tidak semua para penghuni baru berperilaku seperti itu, kau
harus mencoba untuk menerima mereka dan memberikan kesempatan untuk
mereka," kata Bejo bijak, "jika mereka ingin merusak pulau ini maka
cara untuk mencegahnya bukan seperti ini Nona.”
“Lalu seperti apa? Orang-orang kota itu sangat sombong, mereka tidak akan mau
mendengarkan ucapan orang kampung seperti kita.”
“Apakah
kau sudah mencobanya?” tanya Bejo yang tak dijawab oleh wanita itu. “Kau pasti
belum mencobanya bukan? Kau sudah lebih dahulu menilai mereka buruk tanpa mau
mengenal mereka terlebih dahulu, aku akan menjamin kalau mereka tidak akan
merusak pulau yang kita cintai ini.”
“Bagaimana jika mereka merusaknya?”
“Aku yang akan bertanggung jawab nantinya, jadi kau tak usah khawatir,” ucap
Bejo, “jadi sekarang berhentilah menakuti warga di sini dengan menyamar sebagai
monster.”
“Baiklah, aku tidak akan menakuti siapapun lagi,” wanita itupun mengalah.
“Bagus, jadi siapa nama mu?” tanya Bejo.
“Nama ku Monster.”
0 komentar:
Posting Komentar